Selasa, 27 Desember 2011

PEMBELAJARAN SAINS (IPA) TERPADU YANG KREATIF DAN MENYENANGKAN *)


Saat ini kita memasuki era global, suatu era yang ditandai dengan sejumlah fenomena. Menurut Suyanto (2007 : 12) fenomena global ditandai oleh munculnya berbagai hal, seperti : 
(1) ketergantungan pada IPTEK, 
(2) perdagangan bebas, 
(3) kekuatan global, 
(4) demokratisasi, 
(5) hak azasi manusia atau HAM, 
(6) lingkungan hidup, 
(7) kesetaraan gender, 
(8) multikulturalisme. 
Fenomena global tersebut sudah menjadi masalah yang merambah ke bidang pendidikan di Indonesia.
            Dari sejumlah masalah global tersebut, “ketergantungan pada IPTEK” terutama TIK merupakan masalah yang berkaitan erat dengan masalah kualitas pendidikan, termasuk kualitas pendidikan di Indonesia. Bahasan selanjutnya khusus berkaitan dengan masalah yang berhubungan dengan kualitas pendidikan sains dan matematika.

1.      Pembaharuan  Pendidikan Sains
            Pembaharuan pendidikan ada dua macam, yaitu reform pendidikan dan inovasi pendidikan. Reform pendidikan (education reform) adalah pembaharuan pendidikan secara menyeluruh berskala internasional atau nasional, dengan objek pembaharuan mengenai seluruh komponen pendidikan. Inovasi pendidikan (education innovation) adalah pembaharuan pendidikan secara parsial berskala  sekolah atau kelas, dengan objek pembaharuan mengenai salah satu komponen pendidikan.
            Pendidikan meliputi pembelajaran, pelatihan, dan pembimbingan. Atas dasar hal ini dikenal pula istilah reform pembelajaran, pelatihan, dan pembimbingan, serta inovasi pembelajaran, pelatihan, dan pembimbingan. Pada kesempatan ini kita akan berbicara masalah inovasi pembelajaran sains.
a.      Pendidikan Sains
Selama ini, pendidikan sains atau ilmu pendidikan sains kurang mendapat perhatian dari berbagai pihak. Banyak pihak berpendapat bahwa seorang ahli sains dengan sendirinya dapat mendidik dan mengajar peserta didik dalam bidang sains. Salah satu penyebabnya karena ilmu sains sudah dikenal ribuan tahun, sedang ilmu pendidikan sains baru dikenal sejak sekitar limapuluh tahun yang lalu (Vossen, 1986:15).
Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan ilmu pendidikan sains itu? Apakah objek atau bahan kajiannya? Apakah kegunaannya? Bagaimanakah ilmu pendidikan sains diperoleh? Apakah fungsinya dalam pembaharuan pendidikan sains?
Pendidikan Sains dapat diartikan sebagai ilmu (aspek teoretis) atau sebagai praktik pendidikan (aspek praksis). Sebagai ilmu, pendidikan sains adalah ilmu interdisiplin antara ilmu sains dan ilmu pendidikan. Ilmu Pendidikan Sains pada hakikatnya merupakan penerapan teori pendidikan dalam konteks ilmu sains untuk tujuan pendidikan dan pembelajaran (Konsorsium Ilmu Pendidikan, 1991). 
Sebagaimana bidang ilmu lain, Ilmu Pendidikan Sains memiliki aspek ontologi (objek atau bahan kajian) atau aspek teoretik, aksiologi (kegunaan) atau aspek praksis, dan epistemologi (cara memperoleh) atau aspek penelitian. Objek atau bahan kajian pendidikan sains, meliputi  5 (lima) aspek atau disiplin:
1)      Kurikulum sains, yang meliputi teori tentang pengembangan kurikulum sains, organisasi kurikulum sains, isi kurikulum sains, dan model-model pengembangan kurikulum sains.
2)      Peserta didik dan perbuatan belajar, yang meliputi teori tentang karakteristik peserta    didik, jenis-jenis dan cara belajar sains, hirarkhi proses belajar sains, dan kondisi-kondisi belajar sains.
3)      Pendidik dan perbuatan mendidik, yang meliputi teori tentang karakteristik pendidik sains, karakteristik perbuatan mendidik atau  mengajar sains, model-model mendidik atau mengajar sains, metode atau teknik mendidik atau mengajar sains, dan sistem pengelolaan kelas.
4)      Lingkungan pendidikan, yang meliputi teori tentang pranata pendidikan sains, pendekatan / metode / teknik pembelajaran, perencanaan dan pengelolaan pendidikan    sains, bimbingan dan penyuluhan atau bimbingan karir, serta prasarana dan sarana  (media) pendidikan sains.
5)      Sistem penilaian hasil belajar dan penelitian pendidikan sains, yang  meliputi teori tentang model-model penilaian hasil belajar sains, teknik penilaian hasil belajar sains, dan instrumen penilaian hasil belajar sains; serta jenis-jenis penelitian yang aplikatif bagi pendidikan sains.
Ilmu Pendidikan Sains tersusun atas sejumlah disiplin ilmu, yang di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dimanifestasikan dalam bentuk kelompok mata kuliah yang harus dipelajari oleh calon guru sains. Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Ilmu Pendidikan Sains merupakan suatu kompetensi yang harus dikuasai oleh guru sains dan calon guru sains, yaitu kompetensi pedagogik. Dalam jangka pendek inovasi  pendidikan sains di SMP/MTs dimulai dari guru sains di lapangan, dalam jangka menengah dan  panjang  harus dimulai dari pendidikan guru sains di LPTK. Guru dan calon guru sains merupakan agen inovasi, merekalah pelaku-pelaku utama inovasi pendidikan sains.
b.   Pembaharuan  Pendidikan Sains di Negara Barat
Pembaharuan adalah proses pergeseran sikap, cara berpikir, dan bertindak sesuai dengan tuntutan zaman. Pembaharuan pendidikan sains berarti mengubah sistem yang ada menjadi terbaru, modern, mutakhir, atau terkini. Pembaharuan pendidikan sains berarti mengubah paradigma lama menjadi paradigma baru (modern). Pembaharuan atau keterkinian pendidikan sains bukan merupakan kegiatan  statis tetapi merupakan kegiatan dinamis, pembaharuan selalu berjalan terus dari waktu ke waktu. Hal ini menjadikan sesuatu yang baru (modern) di saat lalu akan menjadi biasa saat ini dan sesuatu yang baru (modern) saat ini akan menjadi biasa saat yang akan datang. Atas dasar hal tersebut, pembaharuan hanya berlaku saat hal tersebut berlangsung (merupakan fungsi waktu).
Disamping istilah baru (modern) dikenal istilah up to date. Up to date atau termasa mempunyai arti berbeda, sesuatu yang up to date artinya berlaku sepanjang masa atau waktu. Konsep-konsep dasar sains dan matematika, ada yang bersifat up to date, misalnya konsep asam-basa, konsep pengembangan zat oleh panas, dan sebagainya. Konsep-konsep tersebut berlaku sepanjang masa.
Pendidikan sains sebagai praktik pendidikan (aspek praksis) adalah aspek aksiologi ilmu pendidikan sains. Pembaharuan pendidikan sains merupakan bagian pembaharuan pendidikan sains dan matematika. Pembaharuan pendidikan sains dan matematika di negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat, dimulai tahun enam-puluhan. Pada tahun 1959 Uni Soviet dapat membuat pesawat ruang angkasa pertama dan dapat mengirim kosmonaut ke bulan serta dapat memotret punggungya bulan. Negara-negara sekutu Barat sangat terperanjat dengan kemajuan di bidang ilmu dan teknologi yang dicapai Uni Soviet. Mereka sadar bahwa selama bertahun-tahun telah terjadi kesalahan dalam bidang pendidikan sains dan matematika, oleh karena sains dan matematika merupakan dasar teknologi, termasuk teknologi ruang angkasa.
Atas dasar kesadaran tersebut, negara-negara Barat melakukan pembaharuan dalam pendidikan sains dan matematika. Pembaharuan tersebut meliputi dua hal, yaitu (1) pembaharuan dalam isi atau materi sains dan matematika, dan (2) pembaharuan dalam sistem penyampaian pendidikan sains dan matematika.              
Saat itu dibuatlah proyek-proyek raksasa pembaharuan pendidikan sains dan matematika. Di Amerika Serikat untuk pendidikan sains dikenal Science A Process Approach,  untuk pendidikan kimia dikenal proyek Chemical Education Materials Study (Chem-Study) dan Chemical Bond Approach, untuk fisika dikenal proyek PSSC Physics, untuk Biologi dikenal BSCS Biology, dan untuk matematika dikenal New Mathematics (New Math). Di Inggris pembaharuan pendidikan kimia dikenal dengan nama Nuffield Chemistry Project.
Sepuluh tahun kemudian, yaitu tahun 1970 teknologi ruang angkasa sudah sangat maju, pada tahun itu Amerika Serikat sudah dapat membuat pesawat ruang angkasa yang diberi nama Apollo-I dan mengirimkan astronautnya ke bulan, bahkan dapat mendaratkan astronautnya di bulan.
Di samping dampak positif, reform pendidikan sains dan matematika di dunia barat juga memberi dampak negatif. Sekitar tahun 1970 mulai banyak peserta didik menjadi tidak senang dengan sains dan matematika, sehingga jumlah peserta didik yang belajar sains dan matematika menjadi berkurang. Salah satu penyebabnya karena banyak materi sains dan matematika yang semula dipelajari di tingkat tinggi, sudah harus dipelajari di tingkat rendah. Materi tersebut antara lain konsep himpunan yang semula dipelajari di perguruan tinggi, sudah harus dipelajari di pendidikan dasar. Struktur atom yang semula dipelajari di akhir kelas XII SMA/MA, harus dipejari di awal kelas XII.  Dengan demikian, materi sains yang dikenal sulit menjadi bertambah sulit.
Ketidaksenangan belajar sains juga dialami oleh negara lain, seperti Jepang. Negara-negara besar khawatir bila peserta didik tidak senang belajar sains, akan menyebabkan kemajuan ilmu dan teknologi terhambat. Untuk mengatasi hal tersebut, banyak negara berusaha keras menjadikan sains disenangi  peserta didik melalui berbagai reform dan inovasi pembelajaran sains yang menyenangkan. Pembaharuan pendidikan sains dan matematika di negara Barat berjalan terus hingga saat ini. Kemajuan pendidikan sains dan matematika menjadi sangat pesat dengan ditemukannya teknologi informasi dan komunikasi saat ini. Aplikasi TIK dalam pendidikan sains merupakan salah satu bentuk teknologi pendidikan dan teknologi pembelajaran sains. Teknologi pembela-jaran saat ini banyak menggunakan aplikasi program-program komputer.
c.       Pembaharuan Pendidikan Sains di Indonesia
Bagaimana dengan pendidikan sains dan matematika di Indonesia ? Pembaharuan pendidikan sains dan matematika di negara Barat cepat mengimbas ke Indonesia. Pada tahun 1969 Pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengumpulkan ahli-ahli berbagai bidang ilmu untuk mengidentifikasi masalah-masalah bidang pendidikan.
Saat ini di Indonesia masih menghadapi masalah-masalah dari dalam negeri yang bersifat makro, yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan (1) mutu atau kualitas pendidikan, (2) pemerataan atau kuantitas pendidikan, (3) relevansi pendidikan, dan (4) efektivitas dan efisiensi pendidikan. Akhir-akhir ini timbul masalah baru yang juga merupakan masalah makro, yaitu masalah desentralisasi pendidikan dan pembinaan generasi muda.
Masalah makro tersebut menjadi dasar pembaharuan pendidikan di Indonesia. Di bidang pemerataan pendidikan dilakukan pembaharuan dengan cara pembangunan SD Inpres yang jumlahnya mencapai ribuan. Di bidang peningkatan mutu pendidikan, relevansi, efektivitas dan efisiensi, selama 30 tahun dari 1969 – 1999 masalah demi masalah bidang ini telah diusahakan untuk diatasi, namun banyak masalah yang belum dapat diatasi sebagaimana yang diharapkan. 
Saat ini masalah yang berhubungan dengan kualitas pendidikan menjadi prioritas Depdiknas dan menjadi program utama dalam visi dan misinya. Dengan melihat keadaan di dunia barat, Indonesia ingin maju di bidang pendidikan, khususnya pendidikan sains dan matematika, oleh karena itu Indonesia juga melakukan pembaharuan pendidikan.
Di bidang peningkatan mutu pendidikan, pada tahun 1975,  dilakukan perubahan Kurikulum  Pendidikan Dasar dan Menengah yang semula berupa kurikulum berbasis materi (subject matter oriented)  menjadi kurikulum berbasis tujuan (output oriented curriculum). Kegiatan lain ialah disusunnya buku-buku teks pelajaran atau buku paket sains, fisika, biologi, dan matematika modern menggunakan materi baru dan pendekatan baru; pengadaan alat laboratorium IPA untuk semua SMP Negeri dan laboratorium sains, fisika, dan biologi untuk semua SMA Negeri di Indonesia. Pendidikan sains dan matematika saat itu sangat bagus, Malaysia saat itu mendatangkan guru sains dan matematika yang berjumlah besar dari Indonesia.
Pembaharuan pendidikan sains dan matematika mulai dilakukan bersamaan dengan diberlakukannya Kurikulum 1975 (output oriented curriculum). Pembaharuan dilakukan terhadap tiga hal, yaitu pembaharuan (1) materi ajar sains, (2) sistem penyampaian (pendekatan, metode, teknik, dan media pembelajaran), dan (3) digunakannya teknologi pendidikan dan pembelajaran. Pembaharuan lebih lanjut dilakukan dengan diberlakukannya Kurikulum 1984 dan  Kurikulum 1994  (output and process oriented  curriculum), dan Kurikulum 2006 (competency  based curriculum).
Dunia pendidikan kita saat ini sedang berbenah diri yang ditandai dengan diberlakukannya Kurikulum baru, yaitu KTSP. Adanya KTSP memberikan keleluasaan bagi para pendidik untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan karakteristik peserta didik, kondisi dan potensi sekolah, dan satuan pendidikan masing-masing. Hal ini sangat prospektif bagi dunia pendidikan, karena sangat besar peluang bagi para pendidik untuk menunjukkan profesionalisme mereka melalui kreativitas dalam mengajar, seperti penerapan TIK dalam proses pembelajaran, penerapan pendekatan dan metode baru, penggunaan media pembelajaran yang inovatif. Kesemuanya itu bermuara pada peningkatan kualitas pendidikan dan penciptaan belajar yang sesuai dengan isu interna-sional saat ini, yaitu meaningful learning dan joyful learning.

2.      Pembelajaran yang Kreatif dan Menyenangkan
Berbicara masalah pendidikan di Indonesia saat ini sama seperti membicarakan tentang di mana titik mula suatu lingkaran, artinya masalah ini sulit dicari ujung pangkalnya. Oleh karena itu dalam menghadapi masalah pendidikan era global dan masalah makro seperti yang diuraikan di atas, kita tidak perlu mencari siapa yang menyebabkan masalah tersebut muncul, tetapi sangat bijaksana jika kita berpikir apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi masalah yang terjadi.
Berbagai komponen dalam proses pembelajaran sains dan matematika khususnya dapat kita upayakan untuk dibenahi sedemikian rupa sehingga mampu membawa peserta didik untuk belajar lebih baik dan akhirnya meningkat prestasi belajarnya. Bukan hal yang tidak mungkin jika pembenahan yang kita lakukan menghasilkan sesuatu yang positif akan ditiru dan diikuti oleh pendidik-pendidik yang lain.
Beberapa komponen pembelajaran yang dapat dibenahi diantaranya, pendekatan, metode, dan media. Kemajuan TIK sangat memungkinkan seorang pendidik dalam menciptakan kreativitas ketiga komponen tersebut. Sifat hakiki dari sains adalah mengutamakan pendekatan induktif, yaitu pencapaian tujuan akhir pembelajaran yang dikemas dari hal-hal yang bersifat khusus untuk membawa pada kesimpulan yang bersifat umum. Dengan berpijak pada kehakikian sifat sains ini kita dapat berkreasi menciptakan kreativitas pendekatan. Demikian juga dalam hal metode dan media, kita dapat berkreasi menciptakan metode dan media yang tepat untuk pembelajaran sains dan matematika dengan tidak meninggalkan makna sesungguhnya dalam belajar sains dan matematika.
a. Pembelajaran yang kreatif
Kreatif merupakan kata yang berasal dari bahasa Inggris to create yang dapat diurai : C (combine), R (reverse), E (eliminate), A (alternatif), T (twist), E (elaborate). Jadi, seorang pendidik yang berpikir kreatif dalam benaknya berisi pertanyaan : dapatkah saya mengkombinasi / menambah, membalik, menghilangkan, mencari cara / bahan lain, memutar, mengelaborasikan sesuatu ke dalam benda yang sudah ada sebelumnya ?
Melepaskan diri dari sesuatu yang sudah terpola dalam pikiran kita bukanlah pekerjaan yang mudah. Beberapa hal yang mampu membangkitkan pikiran kita untuk menjadi kreatif antara lain : berfantasi atau mengemukakan gagasan / ide yang tidak umum, terkesan “nyleneh”, berada pada satu gagasan / ide untuk beberapa saat, berani mengambil resiko, peka terhadap segala keajaiban, penasaran terhadap suatu kebenaran, banyak membaca artikel penemuan yang membuatnya kagum dan terheran-heran.
Tidak dapat dipungkiri, setiap manusia secara normal pasti memiliki ketertarikan dan rasa ingin tahu yang tinggi terhadap sesuatu yang baru. Demikian juga peserta didik, jika dalam pembelajaran disuguhi sesuatu yang baru pasti akan timbul semacam energi baru dalam mengikuti pelajaran. Dengan kata lain, sesuatu yang baru mampu bertindak seperti magnet yang menarik minat dan motivasi peserta didik untuk mengikutinya.
Kreatif adalah cara berpikir yang mengajak kita keluar dan melepaskan diri dari pola umum yang sudah terpateri dalam ingatan. Pembelajaran kreatif adalah pembela-jaran yang mengajak peserta didik untuk mampu mengeluarkan daya pikir dan daya karsanya untuk menciptakan sesuatu yang di luar pemikiran orang kebanyakan. Berpikir kreatif merupakan komponen utama berpikir tingkat tinggi (higher order thinking).
Untuk dapat menciptakan pembelajaran kreatif diperlukan tiga sifat dasar yang harus dimiliki pendidik maupun peserta didik, yaitu peka, kritis, dan kreatif terhadap fenomena yang ada di sekitarnya. Peka artinya orang lain tidak dapat melihat keterkaitannya dengan konsep yang ada dalam otak, tetapi kita mampu menangkapnya sebagai fenomena yang dapat dijelaskan dengan konsep yang kita miliki. Kritis artinya fenomena yang tertangkap oleh mata kita mampu diolah dalam pikiran hingga memunculkan berbagai pertanyaan yang menggelitik kita untuk mencari jawabannya. Kreatif artinya dengan kepiawaian pola pikir kita didasari pemahaman yang mendalam tentang konsep-konsep tertentu lalu kita berusaha menjelaskan atau bahkan menciptakan suatu aktivitas yang mampu menjelaskan fenomena tersebut kepada diri sendiri atau orang lain.
1) Kreatif menciptakan eksperimen
Metode eksperimen sangat dianjurkan dalam pembelajaran sains, karena sesuai dengan tujuan pendidikan yang meliputi 3 aspek, yaitu mengembangkan pengetahuan, menanamkan sikap ilmiah, dan melatih keterampilan. Melalui eksperimen peserta didik memperoleh pemahaman yang mendalam tentang suatu konsep, sebab mereka melakukan dan melihat sendiri. Seperti diungkapkan Sheal (1989) bahwa seseorang belajar 90% dari apa yang dikatakan dan dilakukan.
Seperti diketahui bahwa pembelajaran sains di tingkat SD dan SMP saat ini masih sangat kurang memberikan muatan praktik dalam bentuk eksperimen. Pada-hal selain dapat memberikan kegembiraan dalam belajar, eksperimen dapat meningkatkan motivasi mereka dalam belajar sekaligus memantapkan pemahaman konsep. Kurangnya eksperimen karena keberadaan buku petunjuk eksperimen yang masih minim dan alasan-alasan teknik dari sistem kerja pendidik itu sendiri, seperti tidak ada waktu, tidak ada fasilitas lab sekolah, dan lain-lain. 
Sudah menjadi tugas seorang pendidik untuk selalu berupaya mencari jalan keluar ketika mengalami masalah dalam pembelajarannya. Minimnya buku petunjuk dan fasilitas lab dapat diatasi jika pendidik mau sedikit kreatif menciptakan eksperimen-eksperimen sederhana yang dapat dilakukan di sekolah. Berikut ini beberapa contoh :
a)      Pada materi pokok sains kimia “Ciri-ciri Reaksi Kimia” kita dapat melakukan eksperimen (1) pembentukan gas cangkang telur / soda kue dengan asam cuka, (2) pembentukan endapan : mata uang logam dengan asam cuka, garam Ingris dengan ammonia, (3) perubahan warna : apel yang teroksidasi, roti tawar yang dikunyah, dan tulisan ajaib, dan (4) perubahan suhu : soda kue dengan asam sitrat.
b)      Pada materi pokok “Sistem dalam Kehidupan Tumbuhan” kita dapat menunjukkan bagaimana tumbuhan memperoleh air dari dalam tanah melalui daya kapilaritasnya dengan cara memasukkan setangkai seledri ke dalam gelas yang diberi air berwarna hijau. Setelah didiamkan selama semalam, maka akan nampak daun seledri yang semakin hijau yang menunjukkan terjadinya kapilaritas warna hijau dari larutan ke daun seledri tersebut.
c)      Pada materi pokok “Berbagai Sifat Fisika Benda” kita dapat melakukan eksperimen tentang sifat daya hantar panas beberapa benda, yaitu dengan menyiapkan sendok yang terbuat dari baja, perak, plastik, dan kaca yang dimasukkan ke dalam gelas secara bersama-sama, lalu ujung gagang masing-masing sendok dilekatkan sebutir kacang polong dengan sedikit mentega. Setelah gelas dituangi air mendidih, maka kacang polong yang jatuh terlebih dahulu menunjukkan bahwa bahan sendo tersebut merupakan penghantar panas yang terbaik.    
Masih banyak lagi eksperimen yang dapat dilakukan, tergantung bagaimana seorang pendidik mau dan mampu mengembangkan kreativitasnya. Contoh di atas hanyalah satu dari sekian ribu eksperimen yang dapat dilakukan di seolah tanpa harus menggunakan peralatan dan bahan yang ada di lab.
2) Kreatif menghubungkan antara materi dengan kehidupan sehari-hari
            Belajar akan sangat menyenangkan ketika materi yang dijelaskan ada kaitannya dengan kehidupan kita sehari-hari. Ausubel (1991) menyatakan belajar akan bermakna jika anak didik dapat mengaitkan konsep yang dipelajari dengan konsep yang sudah ada dalam struktur kognitifnya, dan Bruner (1991) menyatakan belajar akan berhasil lebih baik jika selalu dihubungkan dengan kehidupan orang yang sedang belajar (anak didik).
Seseorang akan merasakan makna materi yang dipelajari jika ada kaitannya dengan kehidupan yang mereka jalani. Pembelajaran bermakna dapat menimbulkan motivasi dan minat belajar yang tinggi pada peserta didik. Kebermaknaan ini membawa rasa senang peserta didik untuk belajar. Senang adalah respon aspek psikologis akibat stimulus tertentu yang menyebabkan peserta didik memiliki rasa puas dan lega, tidak ada rasa kecewa dan sedih. Stimulus yang dapat memunculkan rasa senang inilah yang harus diciptakan agar peserta didik menjadi bersemangat dan bergairah dalam belajar. Setidak-nya pembelajaran yang demikian dapat mengatasi rendahnya prestasi belajar mereka. 
Dalam pembelajaran sains seorang pendidik harus dapat kreatif mengaitkan materi yang sedang diajarkan dengan kehidupan peserta didik. Sebagai contoh, ketika mengajar tentang kelarutan, maka dapat memberian contoh tentang kelarutan berbagai zat dalam kehidupan sehari-hari. Lebih lanjut dapat menjelaskan manfaat belajar tentang kelarutan. Misalnya, kita dapat menentukan jenis rambut dengan melarutkan sehelai rambut ke dalam pemutih. Lamanya rambut tersebut larut menunjukkan jenis rambut yang kita miliki. 
b. Pembelajaran yang menyenangkan   
            Saat ini di berbagai negara sedang trend dan semangat mengembangkan joyful learning, yaitu dengan menciptakan kondisi pembelajaran sedemikian rupa sehingga anak didik menjadi betah di kelas karena pembelajaran yang dijalani menyenangkan.
Semua bidang studi, termasuk sains dapat dibuat menyenangkan, tergantung bagaimana niat dan kemauan pendidik untuk menciptakannya. Pembelajaran yang dikemas dalam situasi yang menyenangkan, jenaka, dan menggelitik sangat diharapkan oleh peserta didik saat ini yang terbebani oleh saratnya materi ajar yang harus dikuasai. Penelitian terhadap beberapa anak-anak sekolah di dunia yang diadakan UNESCO menunjukkan sebagian dari mereka menginginkan belajar dengan situasi yang menyenangkan (Dedi Supriadi, 1999).
Penelitian menunjukkan ketika seorang pendidik mengajar tanpa ada selingan dan peserta didik hanya mendengarkan dan mencatat, maka perhatian dan konsentrasi mereka akan menurun secara draktis setelah 20 menit (Tjipto Utomo dan Kees Ruijter, 1994). Keadaan ini dapat diatasi apabila pendidik menyadari lalu mengubah pembelajarannya menjadi menyenangkan dengan cara memberi selingan aktivitas atau humor. Tindakan ini secara signifikan berpengaruh meningkatkan kembali perhatian dan konsentrasi peserta didik yang relatif besar.
Pembelajaran menyenangkan adalah pembelajaran yang membuat peserta didik tidak takut salah, ditertawakan, diremehkan, tertekan, sebaliknya peserta didik berani berbuat dan mencoba, bertanya, mengemukakan pendapat / gagasan, dan mempertanya-kan gagasan orang lain. Menciptakan suasana yang menyenangkan dapat dilakukan dengan membuat pembelajaran yang relaks (tidak tegang), lingkungan yang aman untuk melakukan kesalahan, mengaitkan materi ajar dengan kehidupan mereka, belajar dengan balutan humor, dorongan semangat, dan pemberian jeda berpikir.
Seperti diketahui, otak kita terbagi menjadi dua bagian, yaitu kanan dan kiri. Terkadang dalam dunia pendidikan kita lupa akan pentingnya mengembangkan otak sebelah kanan. Secara umum hanya otak kiri yang menjadi sasaran pengembangan, terutama untuk ilmu eksakta. Otak sebelah kanan adalah bagian yang berkaitan dengan imajinasi, estetika, intuisi, irama, musik, gambar, seni. Sebaliknya otak sebelah kiri berkaitan dengan logika, rasio, penalaran, kata-kata, matematika, dan urutan. Untuk menepis hal itu, sebenarnya kita dapat tunjukkan bahwa ilmu apapun mampu digunakan sebagai bahan untuk mengembangkan otak sebelah kanan, diantaranya dengan cara memahami dan menghafal konsep melalui puisi, nyanyian, maupun permainan teka-teki.
Otak kita adalah bagian tubuh yang paling rawan dan sensitif. Otak sangat menyukai hal-hal yang bersifat tidak masuk akal, ekstrim, penuh warna, lucu, multisensorik, gambar 3 dimensi (hidup), asosiasi, imajinasi, simbol, melibatkan irama / musik, dan nomor / urutan. Berdasarkan hal ini, maka kita sebagai pendidik dapat merancang apa yang sebaiknya diberikan peserta didik agar otak mereka menyukainya.
1)   Pembelajaran sains berbantuan komputer
             Salah satu aplikasi TIK dalam pembelajaran sains adalah pembelajaran sains berbantuan komputer. Pembelajaran ini menggunakan sofware komputer sebagai media pembelajaran. Penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran sains berbantuan komputer bersifat efektif, efisien, dan menyenangkan (Sarwin, 2000).i
2)       Pembelajaran sains berbantuan puisi, lagu, dan teka-teki
       Pembelajaran dengan banuan puisi, lagu, dan teka-teki bertujuan agar peserta didik dapat belajar dengan senang sehingga diharapkan  belajar sains tidak lagi menjemukan, tetapi menyenangkan. Hal ini akan memotivasi peserta didik untuk belajar sains secara intensif dan diharapkan pembelajaran berjalan efektif dan efisien. Contoh puisi, lagu, dan teka-teki erdapat pada Lampiran 1, 2, dan 3.

3. Penilaian Hasil Belajar
            Selama ini, penilaian hasil belajar peserta didik dilakukan dengan teknik ujian dan non-ujian serta instrumen soal dan non-soal. Saat ini penilaian hasil belajar sebagian dilakukan dengan penilaian alternatif, suatu teknik penilaian hasil belajar non-tradisional yang memiliki spektrum lebih luas daripada penilaian tradisional.
            Instrumen penilaian alternatif berupa tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Penskoran tugas-tugas tersebut menggunakan rubrik sebagai kunci jawaban. Rubrik berisi dimensi tugas yang harus dinilai dan skala nilai. Keunggulan penilaian alternatif, objek hasil belajar yang selama ini tidak terekam dengan instrumen soal dan non-soal dapat direkam dengan cara ini. Keunggulan lain, peserta didik diikut-kan dalam menentukan rubrik, suatu hal yang tidak ada dalam sistem penilaian biasa.
Contoh penilaian alternatif, diantaranya penilaian portofolio, hasil kerja, proyek, dan performance. Peserta didik adalah mereka yang sedang belajar untuk menguasai materi ajar yang diberikan oleh pendidik. Oleh karena itu penilaian yang benar dan baik oleh seorang pendidik terhadap apa yang sedang dipelajari dan dikuasainya adalah sesuatu yang diharapkan dan dapat memotivasi belajar selanjutnya. Penilaian alternatif merupakan bentuk penilaian yang mampu memberikan nuansa keobjektivan dalam menilai kemampuan, hasil kerja, dan unjuk kerja peserta didik, karena dalam penilaian ini berisi komponen / aspek, kriteria, dan bobot penilaian secara jelas. Dengan demikian peserta didik merasa terpuaskan dengan hasil penilaian yang diterimanya. Rasa puas akan membawa energi positif bagi peningkatan belajar mereka.



1 komentar: