Selasa, 27 Desember 2011

PEMBELAJARAN SAINS (IPA) TERPADU YANG KREATIF DAN MENYENANGKAN *)


Saat ini kita memasuki era global, suatu era yang ditandai dengan sejumlah fenomena. Menurut Suyanto (2007 : 12) fenomena global ditandai oleh munculnya berbagai hal, seperti : 
(1) ketergantungan pada IPTEK, 
(2) perdagangan bebas, 
(3) kekuatan global, 
(4) demokratisasi, 
(5) hak azasi manusia atau HAM, 
(6) lingkungan hidup, 
(7) kesetaraan gender, 
(8) multikulturalisme. 
Fenomena global tersebut sudah menjadi masalah yang merambah ke bidang pendidikan di Indonesia.
            Dari sejumlah masalah global tersebut, “ketergantungan pada IPTEK” terutama TIK merupakan masalah yang berkaitan erat dengan masalah kualitas pendidikan, termasuk kualitas pendidikan di Indonesia. Bahasan selanjutnya khusus berkaitan dengan masalah yang berhubungan dengan kualitas pendidikan sains dan matematika.

1.      Pembaharuan  Pendidikan Sains
            Pembaharuan pendidikan ada dua macam, yaitu reform pendidikan dan inovasi pendidikan. Reform pendidikan (education reform) adalah pembaharuan pendidikan secara menyeluruh berskala internasional atau nasional, dengan objek pembaharuan mengenai seluruh komponen pendidikan. Inovasi pendidikan (education innovation) adalah pembaharuan pendidikan secara parsial berskala  sekolah atau kelas, dengan objek pembaharuan mengenai salah satu komponen pendidikan.
            Pendidikan meliputi pembelajaran, pelatihan, dan pembimbingan. Atas dasar hal ini dikenal pula istilah reform pembelajaran, pelatihan, dan pembimbingan, serta inovasi pembelajaran, pelatihan, dan pembimbingan. Pada kesempatan ini kita akan berbicara masalah inovasi pembelajaran sains.
a.      Pendidikan Sains
Selama ini, pendidikan sains atau ilmu pendidikan sains kurang mendapat perhatian dari berbagai pihak. Banyak pihak berpendapat bahwa seorang ahli sains dengan sendirinya dapat mendidik dan mengajar peserta didik dalam bidang sains. Salah satu penyebabnya karena ilmu sains sudah dikenal ribuan tahun, sedang ilmu pendidikan sains baru dikenal sejak sekitar limapuluh tahun yang lalu (Vossen, 1986:15).
Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan ilmu pendidikan sains itu? Apakah objek atau bahan kajiannya? Apakah kegunaannya? Bagaimanakah ilmu pendidikan sains diperoleh? Apakah fungsinya dalam pembaharuan pendidikan sains?
Pendidikan Sains dapat diartikan sebagai ilmu (aspek teoretis) atau sebagai praktik pendidikan (aspek praksis). Sebagai ilmu, pendidikan sains adalah ilmu interdisiplin antara ilmu sains dan ilmu pendidikan. Ilmu Pendidikan Sains pada hakikatnya merupakan penerapan teori pendidikan dalam konteks ilmu sains untuk tujuan pendidikan dan pembelajaran (Konsorsium Ilmu Pendidikan, 1991). 
Sebagaimana bidang ilmu lain, Ilmu Pendidikan Sains memiliki aspek ontologi (objek atau bahan kajian) atau aspek teoretik, aksiologi (kegunaan) atau aspek praksis, dan epistemologi (cara memperoleh) atau aspek penelitian. Objek atau bahan kajian pendidikan sains, meliputi  5 (lima) aspek atau disiplin:
1)      Kurikulum sains, yang meliputi teori tentang pengembangan kurikulum sains, organisasi kurikulum sains, isi kurikulum sains, dan model-model pengembangan kurikulum sains.
2)      Peserta didik dan perbuatan belajar, yang meliputi teori tentang karakteristik peserta    didik, jenis-jenis dan cara belajar sains, hirarkhi proses belajar sains, dan kondisi-kondisi belajar sains.
3)      Pendidik dan perbuatan mendidik, yang meliputi teori tentang karakteristik pendidik sains, karakteristik perbuatan mendidik atau  mengajar sains, model-model mendidik atau mengajar sains, metode atau teknik mendidik atau mengajar sains, dan sistem pengelolaan kelas.
4)      Lingkungan pendidikan, yang meliputi teori tentang pranata pendidikan sains, pendekatan / metode / teknik pembelajaran, perencanaan dan pengelolaan pendidikan    sains, bimbingan dan penyuluhan atau bimbingan karir, serta prasarana dan sarana  (media) pendidikan sains.
5)      Sistem penilaian hasil belajar dan penelitian pendidikan sains, yang  meliputi teori tentang model-model penilaian hasil belajar sains, teknik penilaian hasil belajar sains, dan instrumen penilaian hasil belajar sains; serta jenis-jenis penelitian yang aplikatif bagi pendidikan sains.
Ilmu Pendidikan Sains tersusun atas sejumlah disiplin ilmu, yang di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dimanifestasikan dalam bentuk kelompok mata kuliah yang harus dipelajari oleh calon guru sains. Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Ilmu Pendidikan Sains merupakan suatu kompetensi yang harus dikuasai oleh guru sains dan calon guru sains, yaitu kompetensi pedagogik. Dalam jangka pendek inovasi  pendidikan sains di SMP/MTs dimulai dari guru sains di lapangan, dalam jangka menengah dan  panjang  harus dimulai dari pendidikan guru sains di LPTK. Guru dan calon guru sains merupakan agen inovasi, merekalah pelaku-pelaku utama inovasi pendidikan sains.
b.   Pembaharuan  Pendidikan Sains di Negara Barat
Pembaharuan adalah proses pergeseran sikap, cara berpikir, dan bertindak sesuai dengan tuntutan zaman. Pembaharuan pendidikan sains berarti mengubah sistem yang ada menjadi terbaru, modern, mutakhir, atau terkini. Pembaharuan pendidikan sains berarti mengubah paradigma lama menjadi paradigma baru (modern). Pembaharuan atau keterkinian pendidikan sains bukan merupakan kegiatan  statis tetapi merupakan kegiatan dinamis, pembaharuan selalu berjalan terus dari waktu ke waktu. Hal ini menjadikan sesuatu yang baru (modern) di saat lalu akan menjadi biasa saat ini dan sesuatu yang baru (modern) saat ini akan menjadi biasa saat yang akan datang. Atas dasar hal tersebut, pembaharuan hanya berlaku saat hal tersebut berlangsung (merupakan fungsi waktu).
Disamping istilah baru (modern) dikenal istilah up to date. Up to date atau termasa mempunyai arti berbeda, sesuatu yang up to date artinya berlaku sepanjang masa atau waktu. Konsep-konsep dasar sains dan matematika, ada yang bersifat up to date, misalnya konsep asam-basa, konsep pengembangan zat oleh panas, dan sebagainya. Konsep-konsep tersebut berlaku sepanjang masa.
Pendidikan sains sebagai praktik pendidikan (aspek praksis) adalah aspek aksiologi ilmu pendidikan sains. Pembaharuan pendidikan sains merupakan bagian pembaharuan pendidikan sains dan matematika. Pembaharuan pendidikan sains dan matematika di negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat, dimulai tahun enam-puluhan. Pada tahun 1959 Uni Soviet dapat membuat pesawat ruang angkasa pertama dan dapat mengirim kosmonaut ke bulan serta dapat memotret punggungya bulan. Negara-negara sekutu Barat sangat terperanjat dengan kemajuan di bidang ilmu dan teknologi yang dicapai Uni Soviet. Mereka sadar bahwa selama bertahun-tahun telah terjadi kesalahan dalam bidang pendidikan sains dan matematika, oleh karena sains dan matematika merupakan dasar teknologi, termasuk teknologi ruang angkasa.
Atas dasar kesadaran tersebut, negara-negara Barat melakukan pembaharuan dalam pendidikan sains dan matematika. Pembaharuan tersebut meliputi dua hal, yaitu (1) pembaharuan dalam isi atau materi sains dan matematika, dan (2) pembaharuan dalam sistem penyampaian pendidikan sains dan matematika.              
Saat itu dibuatlah proyek-proyek raksasa pembaharuan pendidikan sains dan matematika. Di Amerika Serikat untuk pendidikan sains dikenal Science A Process Approach,  untuk pendidikan kimia dikenal proyek Chemical Education Materials Study (Chem-Study) dan Chemical Bond Approach, untuk fisika dikenal proyek PSSC Physics, untuk Biologi dikenal BSCS Biology, dan untuk matematika dikenal New Mathematics (New Math). Di Inggris pembaharuan pendidikan kimia dikenal dengan nama Nuffield Chemistry Project.
Sepuluh tahun kemudian, yaitu tahun 1970 teknologi ruang angkasa sudah sangat maju, pada tahun itu Amerika Serikat sudah dapat membuat pesawat ruang angkasa yang diberi nama Apollo-I dan mengirimkan astronautnya ke bulan, bahkan dapat mendaratkan astronautnya di bulan.
Di samping dampak positif, reform pendidikan sains dan matematika di dunia barat juga memberi dampak negatif. Sekitar tahun 1970 mulai banyak peserta didik menjadi tidak senang dengan sains dan matematika, sehingga jumlah peserta didik yang belajar sains dan matematika menjadi berkurang. Salah satu penyebabnya karena banyak materi sains dan matematika yang semula dipelajari di tingkat tinggi, sudah harus dipelajari di tingkat rendah. Materi tersebut antara lain konsep himpunan yang semula dipelajari di perguruan tinggi, sudah harus dipelajari di pendidikan dasar. Struktur atom yang semula dipelajari di akhir kelas XII SMA/MA, harus dipejari di awal kelas XII.  Dengan demikian, materi sains yang dikenal sulit menjadi bertambah sulit.
Ketidaksenangan belajar sains juga dialami oleh negara lain, seperti Jepang. Negara-negara besar khawatir bila peserta didik tidak senang belajar sains, akan menyebabkan kemajuan ilmu dan teknologi terhambat. Untuk mengatasi hal tersebut, banyak negara berusaha keras menjadikan sains disenangi  peserta didik melalui berbagai reform dan inovasi pembelajaran sains yang menyenangkan. Pembaharuan pendidikan sains dan matematika di negara Barat berjalan terus hingga saat ini. Kemajuan pendidikan sains dan matematika menjadi sangat pesat dengan ditemukannya teknologi informasi dan komunikasi saat ini. Aplikasi TIK dalam pendidikan sains merupakan salah satu bentuk teknologi pendidikan dan teknologi pembelajaran sains. Teknologi pembela-jaran saat ini banyak menggunakan aplikasi program-program komputer.
c.       Pembaharuan Pendidikan Sains di Indonesia
Bagaimana dengan pendidikan sains dan matematika di Indonesia ? Pembaharuan pendidikan sains dan matematika di negara Barat cepat mengimbas ke Indonesia. Pada tahun 1969 Pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengumpulkan ahli-ahli berbagai bidang ilmu untuk mengidentifikasi masalah-masalah bidang pendidikan.
Saat ini di Indonesia masih menghadapi masalah-masalah dari dalam negeri yang bersifat makro, yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan (1) mutu atau kualitas pendidikan, (2) pemerataan atau kuantitas pendidikan, (3) relevansi pendidikan, dan (4) efektivitas dan efisiensi pendidikan. Akhir-akhir ini timbul masalah baru yang juga merupakan masalah makro, yaitu masalah desentralisasi pendidikan dan pembinaan generasi muda.
Masalah makro tersebut menjadi dasar pembaharuan pendidikan di Indonesia. Di bidang pemerataan pendidikan dilakukan pembaharuan dengan cara pembangunan SD Inpres yang jumlahnya mencapai ribuan. Di bidang peningkatan mutu pendidikan, relevansi, efektivitas dan efisiensi, selama 30 tahun dari 1969 – 1999 masalah demi masalah bidang ini telah diusahakan untuk diatasi, namun banyak masalah yang belum dapat diatasi sebagaimana yang diharapkan. 
Saat ini masalah yang berhubungan dengan kualitas pendidikan menjadi prioritas Depdiknas dan menjadi program utama dalam visi dan misinya. Dengan melihat keadaan di dunia barat, Indonesia ingin maju di bidang pendidikan, khususnya pendidikan sains dan matematika, oleh karena itu Indonesia juga melakukan pembaharuan pendidikan.
Di bidang peningkatan mutu pendidikan, pada tahun 1975,  dilakukan perubahan Kurikulum  Pendidikan Dasar dan Menengah yang semula berupa kurikulum berbasis materi (subject matter oriented)  menjadi kurikulum berbasis tujuan (output oriented curriculum). Kegiatan lain ialah disusunnya buku-buku teks pelajaran atau buku paket sains, fisika, biologi, dan matematika modern menggunakan materi baru dan pendekatan baru; pengadaan alat laboratorium IPA untuk semua SMP Negeri dan laboratorium sains, fisika, dan biologi untuk semua SMA Negeri di Indonesia. Pendidikan sains dan matematika saat itu sangat bagus, Malaysia saat itu mendatangkan guru sains dan matematika yang berjumlah besar dari Indonesia.
Pembaharuan pendidikan sains dan matematika mulai dilakukan bersamaan dengan diberlakukannya Kurikulum 1975 (output oriented curriculum). Pembaharuan dilakukan terhadap tiga hal, yaitu pembaharuan (1) materi ajar sains, (2) sistem penyampaian (pendekatan, metode, teknik, dan media pembelajaran), dan (3) digunakannya teknologi pendidikan dan pembelajaran. Pembaharuan lebih lanjut dilakukan dengan diberlakukannya Kurikulum 1984 dan  Kurikulum 1994  (output and process oriented  curriculum), dan Kurikulum 2006 (competency  based curriculum).
Dunia pendidikan kita saat ini sedang berbenah diri yang ditandai dengan diberlakukannya Kurikulum baru, yaitu KTSP. Adanya KTSP memberikan keleluasaan bagi para pendidik untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan karakteristik peserta didik, kondisi dan potensi sekolah, dan satuan pendidikan masing-masing. Hal ini sangat prospektif bagi dunia pendidikan, karena sangat besar peluang bagi para pendidik untuk menunjukkan profesionalisme mereka melalui kreativitas dalam mengajar, seperti penerapan TIK dalam proses pembelajaran, penerapan pendekatan dan metode baru, penggunaan media pembelajaran yang inovatif. Kesemuanya itu bermuara pada peningkatan kualitas pendidikan dan penciptaan belajar yang sesuai dengan isu interna-sional saat ini, yaitu meaningful learning dan joyful learning.

2.      Pembelajaran yang Kreatif dan Menyenangkan
Berbicara masalah pendidikan di Indonesia saat ini sama seperti membicarakan tentang di mana titik mula suatu lingkaran, artinya masalah ini sulit dicari ujung pangkalnya. Oleh karena itu dalam menghadapi masalah pendidikan era global dan masalah makro seperti yang diuraikan di atas, kita tidak perlu mencari siapa yang menyebabkan masalah tersebut muncul, tetapi sangat bijaksana jika kita berpikir apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi masalah yang terjadi.
Berbagai komponen dalam proses pembelajaran sains dan matematika khususnya dapat kita upayakan untuk dibenahi sedemikian rupa sehingga mampu membawa peserta didik untuk belajar lebih baik dan akhirnya meningkat prestasi belajarnya. Bukan hal yang tidak mungkin jika pembenahan yang kita lakukan menghasilkan sesuatu yang positif akan ditiru dan diikuti oleh pendidik-pendidik yang lain.
Beberapa komponen pembelajaran yang dapat dibenahi diantaranya, pendekatan, metode, dan media. Kemajuan TIK sangat memungkinkan seorang pendidik dalam menciptakan kreativitas ketiga komponen tersebut. Sifat hakiki dari sains adalah mengutamakan pendekatan induktif, yaitu pencapaian tujuan akhir pembelajaran yang dikemas dari hal-hal yang bersifat khusus untuk membawa pada kesimpulan yang bersifat umum. Dengan berpijak pada kehakikian sifat sains ini kita dapat berkreasi menciptakan kreativitas pendekatan. Demikian juga dalam hal metode dan media, kita dapat berkreasi menciptakan metode dan media yang tepat untuk pembelajaran sains dan matematika dengan tidak meninggalkan makna sesungguhnya dalam belajar sains dan matematika.
a. Pembelajaran yang kreatif
Kreatif merupakan kata yang berasal dari bahasa Inggris to create yang dapat diurai : C (combine), R (reverse), E (eliminate), A (alternatif), T (twist), E (elaborate). Jadi, seorang pendidik yang berpikir kreatif dalam benaknya berisi pertanyaan : dapatkah saya mengkombinasi / menambah, membalik, menghilangkan, mencari cara / bahan lain, memutar, mengelaborasikan sesuatu ke dalam benda yang sudah ada sebelumnya ?
Melepaskan diri dari sesuatu yang sudah terpola dalam pikiran kita bukanlah pekerjaan yang mudah. Beberapa hal yang mampu membangkitkan pikiran kita untuk menjadi kreatif antara lain : berfantasi atau mengemukakan gagasan / ide yang tidak umum, terkesan “nyleneh”, berada pada satu gagasan / ide untuk beberapa saat, berani mengambil resiko, peka terhadap segala keajaiban, penasaran terhadap suatu kebenaran, banyak membaca artikel penemuan yang membuatnya kagum dan terheran-heran.
Tidak dapat dipungkiri, setiap manusia secara normal pasti memiliki ketertarikan dan rasa ingin tahu yang tinggi terhadap sesuatu yang baru. Demikian juga peserta didik, jika dalam pembelajaran disuguhi sesuatu yang baru pasti akan timbul semacam energi baru dalam mengikuti pelajaran. Dengan kata lain, sesuatu yang baru mampu bertindak seperti magnet yang menarik minat dan motivasi peserta didik untuk mengikutinya.
Kreatif adalah cara berpikir yang mengajak kita keluar dan melepaskan diri dari pola umum yang sudah terpateri dalam ingatan. Pembelajaran kreatif adalah pembela-jaran yang mengajak peserta didik untuk mampu mengeluarkan daya pikir dan daya karsanya untuk menciptakan sesuatu yang di luar pemikiran orang kebanyakan. Berpikir kreatif merupakan komponen utama berpikir tingkat tinggi (higher order thinking).
Untuk dapat menciptakan pembelajaran kreatif diperlukan tiga sifat dasar yang harus dimiliki pendidik maupun peserta didik, yaitu peka, kritis, dan kreatif terhadap fenomena yang ada di sekitarnya. Peka artinya orang lain tidak dapat melihat keterkaitannya dengan konsep yang ada dalam otak, tetapi kita mampu menangkapnya sebagai fenomena yang dapat dijelaskan dengan konsep yang kita miliki. Kritis artinya fenomena yang tertangkap oleh mata kita mampu diolah dalam pikiran hingga memunculkan berbagai pertanyaan yang menggelitik kita untuk mencari jawabannya. Kreatif artinya dengan kepiawaian pola pikir kita didasari pemahaman yang mendalam tentang konsep-konsep tertentu lalu kita berusaha menjelaskan atau bahkan menciptakan suatu aktivitas yang mampu menjelaskan fenomena tersebut kepada diri sendiri atau orang lain.
1) Kreatif menciptakan eksperimen
Metode eksperimen sangat dianjurkan dalam pembelajaran sains, karena sesuai dengan tujuan pendidikan yang meliputi 3 aspek, yaitu mengembangkan pengetahuan, menanamkan sikap ilmiah, dan melatih keterampilan. Melalui eksperimen peserta didik memperoleh pemahaman yang mendalam tentang suatu konsep, sebab mereka melakukan dan melihat sendiri. Seperti diungkapkan Sheal (1989) bahwa seseorang belajar 90% dari apa yang dikatakan dan dilakukan.
Seperti diketahui bahwa pembelajaran sains di tingkat SD dan SMP saat ini masih sangat kurang memberikan muatan praktik dalam bentuk eksperimen. Pada-hal selain dapat memberikan kegembiraan dalam belajar, eksperimen dapat meningkatkan motivasi mereka dalam belajar sekaligus memantapkan pemahaman konsep. Kurangnya eksperimen karena keberadaan buku petunjuk eksperimen yang masih minim dan alasan-alasan teknik dari sistem kerja pendidik itu sendiri, seperti tidak ada waktu, tidak ada fasilitas lab sekolah, dan lain-lain. 
Sudah menjadi tugas seorang pendidik untuk selalu berupaya mencari jalan keluar ketika mengalami masalah dalam pembelajarannya. Minimnya buku petunjuk dan fasilitas lab dapat diatasi jika pendidik mau sedikit kreatif menciptakan eksperimen-eksperimen sederhana yang dapat dilakukan di sekolah. Berikut ini beberapa contoh :
a)      Pada materi pokok sains kimia “Ciri-ciri Reaksi Kimia” kita dapat melakukan eksperimen (1) pembentukan gas cangkang telur / soda kue dengan asam cuka, (2) pembentukan endapan : mata uang logam dengan asam cuka, garam Ingris dengan ammonia, (3) perubahan warna : apel yang teroksidasi, roti tawar yang dikunyah, dan tulisan ajaib, dan (4) perubahan suhu : soda kue dengan asam sitrat.
b)      Pada materi pokok “Sistem dalam Kehidupan Tumbuhan” kita dapat menunjukkan bagaimana tumbuhan memperoleh air dari dalam tanah melalui daya kapilaritasnya dengan cara memasukkan setangkai seledri ke dalam gelas yang diberi air berwarna hijau. Setelah didiamkan selama semalam, maka akan nampak daun seledri yang semakin hijau yang menunjukkan terjadinya kapilaritas warna hijau dari larutan ke daun seledri tersebut.
c)      Pada materi pokok “Berbagai Sifat Fisika Benda” kita dapat melakukan eksperimen tentang sifat daya hantar panas beberapa benda, yaitu dengan menyiapkan sendok yang terbuat dari baja, perak, plastik, dan kaca yang dimasukkan ke dalam gelas secara bersama-sama, lalu ujung gagang masing-masing sendok dilekatkan sebutir kacang polong dengan sedikit mentega. Setelah gelas dituangi air mendidih, maka kacang polong yang jatuh terlebih dahulu menunjukkan bahwa bahan sendo tersebut merupakan penghantar panas yang terbaik.    
Masih banyak lagi eksperimen yang dapat dilakukan, tergantung bagaimana seorang pendidik mau dan mampu mengembangkan kreativitasnya. Contoh di atas hanyalah satu dari sekian ribu eksperimen yang dapat dilakukan di seolah tanpa harus menggunakan peralatan dan bahan yang ada di lab.
2) Kreatif menghubungkan antara materi dengan kehidupan sehari-hari
            Belajar akan sangat menyenangkan ketika materi yang dijelaskan ada kaitannya dengan kehidupan kita sehari-hari. Ausubel (1991) menyatakan belajar akan bermakna jika anak didik dapat mengaitkan konsep yang dipelajari dengan konsep yang sudah ada dalam struktur kognitifnya, dan Bruner (1991) menyatakan belajar akan berhasil lebih baik jika selalu dihubungkan dengan kehidupan orang yang sedang belajar (anak didik).
Seseorang akan merasakan makna materi yang dipelajari jika ada kaitannya dengan kehidupan yang mereka jalani. Pembelajaran bermakna dapat menimbulkan motivasi dan minat belajar yang tinggi pada peserta didik. Kebermaknaan ini membawa rasa senang peserta didik untuk belajar. Senang adalah respon aspek psikologis akibat stimulus tertentu yang menyebabkan peserta didik memiliki rasa puas dan lega, tidak ada rasa kecewa dan sedih. Stimulus yang dapat memunculkan rasa senang inilah yang harus diciptakan agar peserta didik menjadi bersemangat dan bergairah dalam belajar. Setidak-nya pembelajaran yang demikian dapat mengatasi rendahnya prestasi belajar mereka. 
Dalam pembelajaran sains seorang pendidik harus dapat kreatif mengaitkan materi yang sedang diajarkan dengan kehidupan peserta didik. Sebagai contoh, ketika mengajar tentang kelarutan, maka dapat memberian contoh tentang kelarutan berbagai zat dalam kehidupan sehari-hari. Lebih lanjut dapat menjelaskan manfaat belajar tentang kelarutan. Misalnya, kita dapat menentukan jenis rambut dengan melarutkan sehelai rambut ke dalam pemutih. Lamanya rambut tersebut larut menunjukkan jenis rambut yang kita miliki. 
b. Pembelajaran yang menyenangkan   
            Saat ini di berbagai negara sedang trend dan semangat mengembangkan joyful learning, yaitu dengan menciptakan kondisi pembelajaran sedemikian rupa sehingga anak didik menjadi betah di kelas karena pembelajaran yang dijalani menyenangkan.
Semua bidang studi, termasuk sains dapat dibuat menyenangkan, tergantung bagaimana niat dan kemauan pendidik untuk menciptakannya. Pembelajaran yang dikemas dalam situasi yang menyenangkan, jenaka, dan menggelitik sangat diharapkan oleh peserta didik saat ini yang terbebani oleh saratnya materi ajar yang harus dikuasai. Penelitian terhadap beberapa anak-anak sekolah di dunia yang diadakan UNESCO menunjukkan sebagian dari mereka menginginkan belajar dengan situasi yang menyenangkan (Dedi Supriadi, 1999).
Penelitian menunjukkan ketika seorang pendidik mengajar tanpa ada selingan dan peserta didik hanya mendengarkan dan mencatat, maka perhatian dan konsentrasi mereka akan menurun secara draktis setelah 20 menit (Tjipto Utomo dan Kees Ruijter, 1994). Keadaan ini dapat diatasi apabila pendidik menyadari lalu mengubah pembelajarannya menjadi menyenangkan dengan cara memberi selingan aktivitas atau humor. Tindakan ini secara signifikan berpengaruh meningkatkan kembali perhatian dan konsentrasi peserta didik yang relatif besar.
Pembelajaran menyenangkan adalah pembelajaran yang membuat peserta didik tidak takut salah, ditertawakan, diremehkan, tertekan, sebaliknya peserta didik berani berbuat dan mencoba, bertanya, mengemukakan pendapat / gagasan, dan mempertanya-kan gagasan orang lain. Menciptakan suasana yang menyenangkan dapat dilakukan dengan membuat pembelajaran yang relaks (tidak tegang), lingkungan yang aman untuk melakukan kesalahan, mengaitkan materi ajar dengan kehidupan mereka, belajar dengan balutan humor, dorongan semangat, dan pemberian jeda berpikir.
Seperti diketahui, otak kita terbagi menjadi dua bagian, yaitu kanan dan kiri. Terkadang dalam dunia pendidikan kita lupa akan pentingnya mengembangkan otak sebelah kanan. Secara umum hanya otak kiri yang menjadi sasaran pengembangan, terutama untuk ilmu eksakta. Otak sebelah kanan adalah bagian yang berkaitan dengan imajinasi, estetika, intuisi, irama, musik, gambar, seni. Sebaliknya otak sebelah kiri berkaitan dengan logika, rasio, penalaran, kata-kata, matematika, dan urutan. Untuk menepis hal itu, sebenarnya kita dapat tunjukkan bahwa ilmu apapun mampu digunakan sebagai bahan untuk mengembangkan otak sebelah kanan, diantaranya dengan cara memahami dan menghafal konsep melalui puisi, nyanyian, maupun permainan teka-teki.
Otak kita adalah bagian tubuh yang paling rawan dan sensitif. Otak sangat menyukai hal-hal yang bersifat tidak masuk akal, ekstrim, penuh warna, lucu, multisensorik, gambar 3 dimensi (hidup), asosiasi, imajinasi, simbol, melibatkan irama / musik, dan nomor / urutan. Berdasarkan hal ini, maka kita sebagai pendidik dapat merancang apa yang sebaiknya diberikan peserta didik agar otak mereka menyukainya.
1)   Pembelajaran sains berbantuan komputer
             Salah satu aplikasi TIK dalam pembelajaran sains adalah pembelajaran sains berbantuan komputer. Pembelajaran ini menggunakan sofware komputer sebagai media pembelajaran. Penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran sains berbantuan komputer bersifat efektif, efisien, dan menyenangkan (Sarwin, 2000).i
2)       Pembelajaran sains berbantuan puisi, lagu, dan teka-teki
       Pembelajaran dengan banuan puisi, lagu, dan teka-teki bertujuan agar peserta didik dapat belajar dengan senang sehingga diharapkan  belajar sains tidak lagi menjemukan, tetapi menyenangkan. Hal ini akan memotivasi peserta didik untuk belajar sains secara intensif dan diharapkan pembelajaran berjalan efektif dan efisien. Contoh puisi, lagu, dan teka-teki erdapat pada Lampiran 1, 2, dan 3.

3. Penilaian Hasil Belajar
            Selama ini, penilaian hasil belajar peserta didik dilakukan dengan teknik ujian dan non-ujian serta instrumen soal dan non-soal. Saat ini penilaian hasil belajar sebagian dilakukan dengan penilaian alternatif, suatu teknik penilaian hasil belajar non-tradisional yang memiliki spektrum lebih luas daripada penilaian tradisional.
            Instrumen penilaian alternatif berupa tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Penskoran tugas-tugas tersebut menggunakan rubrik sebagai kunci jawaban. Rubrik berisi dimensi tugas yang harus dinilai dan skala nilai. Keunggulan penilaian alternatif, objek hasil belajar yang selama ini tidak terekam dengan instrumen soal dan non-soal dapat direkam dengan cara ini. Keunggulan lain, peserta didik diikut-kan dalam menentukan rubrik, suatu hal yang tidak ada dalam sistem penilaian biasa.
Contoh penilaian alternatif, diantaranya penilaian portofolio, hasil kerja, proyek, dan performance. Peserta didik adalah mereka yang sedang belajar untuk menguasai materi ajar yang diberikan oleh pendidik. Oleh karena itu penilaian yang benar dan baik oleh seorang pendidik terhadap apa yang sedang dipelajari dan dikuasainya adalah sesuatu yang diharapkan dan dapat memotivasi belajar selanjutnya. Penilaian alternatif merupakan bentuk penilaian yang mampu memberikan nuansa keobjektivan dalam menilai kemampuan, hasil kerja, dan unjuk kerja peserta didik, karena dalam penilaian ini berisi komponen / aspek, kriteria, dan bobot penilaian secara jelas. Dengan demikian peserta didik merasa terpuaskan dengan hasil penilaian yang diterimanya. Rasa puas akan membawa energi positif bagi peningkatan belajar mereka.



Senin, 26 Desember 2011

Evolusi Manusia


PENJELASAN HIPOTESA TENTANG ASAL-USUL
MANUSIA



Penjelasan lainnya disebut hipotesa atau teori; yaitu sebuah
perkiraan, suatu dugaan yang jelas dan diakui. Ada orang-orang
yang mencoba menjelaskan fenomena manusia dengan
mengesampingkan Allah dan menganggap manusia sebagai suatu
produk mekanis, bukan merupakan suatu pribadi, teori ini disebut
hipotesa evolusioner. Bahwa di suatu waktu dan tempat, telah
menjelma protozoa purba semacam amoeba, suatu molekul atom
kecil, binatang bersel satu, setitik protoplasma. Dan dari molekul
atom tersebut, melalui proses transisi yang tiada habisnya,
berkembanglah menjadi manusia yang kini menguasai burung-burung
di udara, ikan di laut dan binatang-binatang liar di bumi.
Saya tidak bisa menjelaskannya lebih baik dari penjelasan
Charles Darwin dalam tulisannya yang diterbitkan dengan judul The
Origin of Species. Pada halaman 523, Charles Darwin mengatakan,
“Analogi mengarahkan saya untuk percaya bahwa hewan-hewan
dan tumbuhan adalah nenek moyang dari suatu prototipe. Seluruh
organisme berawal dari sesuatu yang rendah, dari suatu bentuk
yang rendah dan menengah, binatang-binatang dan tumbuhan
kemungkinan telah mengalami perkembangan. Semua mahluk
organik yang pernah hidup di bumi kemungkinan merupakan
keturunan dari suatu bentuk purba.” Itulah kesimpulan dari bagian
akhir buku Darwin.
Menurut saya, bagaimanakah noktah kecil itu, titik kecil
protoplasma itu, telah menjelma di suatu tempat. Begitu kecilnya
sehingga tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Dan dari suatu
generasi ke generasi berikutnya, noktah kecil itu bertumbuh,
menyusun seluruh bentuk kehidupan dalam dunia binatang, segala
kehidupan tumbuh-tumbuhan, seluruh wujud kehidupan yang kita
lihat sekarang.
Ini suatu teori yang hebat dan menyesakkan dada. Suatu
hal yang menakjubkan bila manusia sampai menahan nafas membaca
kisah penciptaan dalam kitab Kejadian, berapa banyak lagi dia
harus menahan nafas karena kekaguman pada teori ini.
Para evolusionis sendiri merupakan sekelompok orangorang
yang mengagumkan. Saya terkaget-kaget ketika saya
mengetahui bahwa hanya teori itulah yang menjadi kesamaan
mereka. Pada waktu mereka sedang membahas dugaan awal,
teori-teori evolusioner sama banyaknya dengan evolusionis yang
ada. Setiap orang punya dugaannya sendiri-sendiri. Masingmasing
punya dugaan dan hipotesa sendiri. Satu-satunya
kesamaan mereka adalah, bahwa mereka setuju kalau kehidupan
berawal dari satu sel purba.
Herannya, teori itu telah diterima secara luas oleh para
intelektual, dunia ilmu pengetahuan. Mereka tidak pernah
mempertanyakannya. Dan bila ada yang bertanya tentang hal
tersebut, berarti dia tidak pernah belajar, tidak pernah baca buku
dan pasti tidak pernah sekolah. Karena setiap ilmuwan, setiap
intelektual meyakini penjelasan, mekanisme dan materi dari
perkembangan kehidupan yang kita lihat di dunia ini. Suatu hal
yang mengherankan bagaimana suatu hipotesa yang tidak terbukti
dan menggelikan ini diterima sebagai suatu fakta yang ilmiah.
Sebagai contoh, ini suatu kutipan dari sebuah buku teks
di salah satu sekolah kita: manusia dan kera masing-masing
mewakili spesies yang berbeda yang sama-sama berasal dari
bentuk asal yang rendah. Ini penggeneralisasian manusia kera.
Bahasa Latin untuk kera adalah simia. Bahasa Yunani untuk kera
adalah phitekos. Jadi, sewaktu anda melihat kombinasi
pithecanthropus dan simian, keduanya diambil dari kata-kata
Latin dan Yunani yang berarti gape (terbuka lebar).
Nenek moyang yang digeneralisasi ini merupakan nenek
moyang manusia yang hidup di jaman Miocene, jutaan tahun
sebelum pithecanthropus erectus. Hidupnya kemungkingan
aboral. Ia tinggal di pohon-pohon sampai iklim menjadi semakin
dingin mendorongnya untuk hidup di gua-gua. Di sinilah awal
mulanya catatan awal dan evolusi kehidupan. “Dalam tinjauan ini
kami tidak perlu menyediakan waktu dan tempat untuk setiap
argumen baru tentang kebenaran teori evolusi. Pembuktian dari

evolusi adalah aturan hukum mahluk hidup yang universal sebagai
pencapaian intelektual terhebat pada abad ke-19. Evolusi telah
menjadi teori yang terkemuka.” Kutipan ini adalah awal dari suatu
artikel di majalah mingguan Life, bukan edisi terbaru tapi terbitan
terakhir, yaitu “Living Fossils of Australia” yang judul artikelnya
“Carrying Their Young In Pouches.” Marsupial—kata Latin untuk
pouch (kantung) adalah marsupias—mereka membawa anakanaknya
di dalam kantung. Marsupial di Australia terus hidup
dengan evolusi terakhir mereka yang terlindungi.
Kemudian kisah berlanjut dengan marsupial (marsupilami)
di Australia yang mengatakan bahwa mereka adalah keturunan
dari mamalia pertama yang berkembang dari reptil. Itulah dasar
dari penjelasan tentang kehidupan. Dan hasil dari evolusi di Australia
ini adalah binatang aneh yang diperlihatkan pada gambargambar
ini oleh John Domininous dari Life yang menempuh 10.000
mil dan menghabiskan lima minggu untuk memotret mereka di
tempat tinggal aslinya. Jangan pernah mempertanyakannya. Itu
hanyalah salah satu dari kebenaran hidup.

EVOLUSIONIS THEISTIK
Mengapa saya mempertanyakannya? Mengapa saya tidak
bisa menjadi seorang evolusionis theistik (theistic evolusionist)?.
Saya rasa lebih dari yang orang-orang sadari bahwa banyak, sangat
banyak, para theolog dan pemimpin-pemimpin gereja dan para
pengkhotbah adalah theistic evolusionist. Mereka bilang tidak
menjadi persoalan bagaimana Allah menciptakan manusia. Bila Allah
menciptakan manusia dari satu protoplasma kecil dan
berkembang menjadi seperti yang sekarang ini, yah, tidak masalah
buat kami. Kami hanya percaya bahwa Allah melakukan itu, sama
percayanya dengan apa yang Allah lakukan seperti yang tertulis di
Alkitab. Hal itu sama sekali tidak berarti apa-apa buat kami.
Baiklah, sekarang anda tanya saya, mengapa saya tidak
bisa menjadi theistic evolusionist? Darwin dalam bukunya Origin
of The Species menanyakan hal yang sama. Dengarlah yang Darwin

katakan di dalam bukunya—yang saya kutip demikian—“Saya
tidak melihat ada alasan mengapa pandangan-pandangan dalam
buku ini mengguncang perasaan religius setiap orang. Seorang
pengarang terkenal dan hebat, seorang pendeta gereja menulis
pada saya bahwa ia perlahan-lahan telah belajar untuk mengerti
bahwa konsep teologis yang percaya bahwa Allah menciptakan
beberapa bentuk mula-mula yang dapat berkembang sendiri sama
mulianya dengan yang mempercayai bahwa Allah menciptakan
manusia seperti yang tertulis di Alkitab.”
Mengapa saya tidak menjadi evolusionis theistik? Ada
tiga alasan mengapa saya tidak menjadi evolusionis theistic:
Pertama, Karena teori evolusi bukanlah hal yang factual
atau nyata
Saya bukanlah dan tidak bisa menjadi evolusionis theistik atau
pun evolusionis materialistik atau yang lainnya karena hal itu tidak
nyata. Itulah fakta pertama penolakan saya. Saya tidak perduli
teori atau evolusionis mana yang anda percaya. Teori itu tidak
nyata. Dan setiap orang yang mencintai kebenaran dan
memberikan hidupnya untuk memberitakan fakta dan kebenaran
Allah tentu saja akan meragukan hipotesa evolusioner tersebut.
Dan itu saya akan bahasa dalam bab berikutnya.
Para Evolusionis mengatakan bahwa dengan fakta biologi,
embriologi, paleontologi dan antropologi, ia bisa membuktikan
kebenaran evolusi. Kami akan mengambil fakta-fakta tersebut
dan menunjukkan bahwa tidak ada suatu fakta pun di dunia ini
yang bisa dibuktikan, tidak satupun, tidak juga oleh para ilmuwan
yang mendukung teori evolusioner itu.
a. Teori Transmutasi Spesies
Marilah kita ambil salah satu dari teori kesayangan para
evolusionis. Suatu transisi, transmutasi spesies oleh seleksi alam.
Spesies tersebut berubah dari satu ke yang lainnya oleh seleksi
_________________________________________________
Asal-Usul Manusia 14
alam, seleksi secara sexual. Yang ini pilih itu, yang itu pilih yang
lain dan yang lain pilih yang lain lagi. Dan melalui pilihan yang
begitu banyak, berkembanglah dari sel purba/asal menjadi segala
bentuk yang menakjubkan yang kita lihat pada manusia. Sekarang
mereka tidak punya penjelasan bagaimana sel asal itu memilih
sesuatu atau bagaimana anaknya memilih sesuatu. Mereka harus
mulai teori ini dari awal lagi. Namun teori seleksi alam bahwa ada
transmutasi spesies yang berubah dari satu bentuk ke bentuk yang
lainnya, terus berubah sampai akhirnya menjadi manusia.
Kalau saya lihat, seleksi alam ini bukannya meningkat tetapi
malah menurun. Percampuran secara acak tidak akan pernah
menghasilkan keturunan murni, tapi menghasilkan keturunan
bastar (campuran). Seperti itulah yang saya lihat. Jika anda ingin
membiakkan sapi dengan keturunan sedarah atau kuda atau anjing
atau jenis binatang apapun, anda harus menternakkannya dengan
hati-hati. Harus dipilih secara hati-hati. Tetapi tentu saja teori
evolusi tidak punya kekuatan. Tidak ada polanya, tidak ada
kreatifitas, tidak ada tangan yang membimbing. Namun secara
kebetulan, dengan seleksi, mereka tumbuh sendiri dan menurut
saya, “Saya tidak pernah melihat contohnya. Dengan perkawinan
acak, dimana tidak ada kontrol, anda akan mendapatkan
keturunan campuran bukannya keturunan murni.”
Satu hal lain, saya tidak pernah melihat mereka berubah
menjadi spesies-spesies tersebut. Bukan begitu cara kerja alam.
Anda bisa mendampingkan seekor kuda dengan seekor keledai
berapapun lamanya, dua binatang itu tidak akan pernah bercampur.
Manusia harus mengawin-silangkannya dulu. Dan ketika anda
menyilangkan mereka, anak-anak mereka akan selalu mandul;
baik itu bagal nya, atau hinny, atau terpin, atau catallo atau
apapun (semua itu adalah jenis-jenis keledai). Dengan seleksi alam
saya tidak melihat adanya bukti peningkatan, perkembangan ke
atas, selalu menurun. Ada yang mereka sebut dengan
pengembalian ke sifat-sifat semula (reversion to type). Dan
pengembalian ini sama sekali bertentangan dengan teori evolusi.
_________________________________________________
Asal-Usul Manusia 15
b. Teori survival of the fittest
Baiklah, mari kita lihat teori yang lainnya. Singkat saja.
Salah satu dari teori mereka adalah yang kuat adalah yang akan
bertahan hidup. Itulah menurut mereka cara kita berevolusi. Yang
lemah akan lenyap dan yang kuat akan bertahan, terus dan terus
naik, kita berkembang melalui apa yang mereka sebut dengan
survival of the fittest. Yah, suatu doktrin yang aneh bila anda
hendak membuktikannya. Melihat kembali ke belakang, pada
jaman dahulu, bumi ini dihuni oleh dinosauros. Anda tahu apa itu
dinosauros? Kata dalam bahasa Yunani untuk “menakutkan dan
mengerikan” adalah deinos. Dan kata Yunani untuk kadal adalah
sauros. Jadi dinosaurus adalah kadal yang menakutkan dan
mengerikan. Jaman dahulu kala, mereka hidup di bumi ini dan
mereka adalah monster-monster yang ganas. Beberapa di antara
mereka dapat melemparkan tubuhnya ke udara seperti seekor
kelinci raksasa. Jadi jika kita berbicara tentang teori survival of
the fittest, maka seharusnya binatang-binatang itu pasti akan
masih ada di bumi ini untuk selamanya. Tetapi kenyataannya tidak
demikian. Teori bahwa yang kuat yang akan bertahan hidup dan
berkembang (survival of the fittest) tidak berlaku untuk kasus
ini. Terima kasih Tuhan.
c. Teori Nature of Condition
Saya akan ambil teori lainnya untuk membuktikan teori
evolusi. Ini adalah idenya Lemark. Dibuktikan dengan pemakaian
panca indera ataupun tidak, dan ia akan mengilustrasikannya.
Sebagian besar monyet yang hidup di pohon-pohon (arboreal
monkey) memiliki ekor yang dapat melilit/memegang sesuatu
(prehensil). Ekor yang panjang ini membantunya untuk memanjat.
Jadi ia menjelaskan kalau monyet yang hidup di pohon ini akan
meloncat dari dahan ke dahan dan hidupnya di pohon. Ia
mempunyai ekor yang panjang. Sementara itu monyet tanah
(ground monkey) hanya memiliki ekor yang belum sempurna.
Suatu teori yang hebat sampai anda melihat gibbon (siamang,
ungka)yang mampu berdiri tegak atau kera barbary (buas) yang
juga bisa berdiri tegak. Sementara tak satupun dari mereka yang
mempunyai ekor. Bahkan tidak juga ada tanda-tanda pangkal
ekornya.
Mereka mengatakan tentang ikan tak bermata di
Mammoth Cave—salah satu pembuktian hebat sampai anda
mengetahui bahwa di gua yang sama, dalam kegelapan yang sama,
ada juga tikus-tikus dan kelelawar yang pandangannya telah dibuat
sangat peka oleh kondisi gua yang sangat gelap.



Pendidikan Karakter Bangsa

Pendidikan Karakter Bangsa


Pendidikan Karakter Bangsa adalah pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki dan menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif, kreatif dan inovatif.
Secara programatik pendidikan  karakter bangsa di sekolah adalah usaha bersama semua guru dan kepala sekolah melalui semua mata pelajaran dan budaya sekolah dalam membina dan mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada peserta didik. Pembinaan dan pengembangan pendidikan karakter bangsa terjadi melalui proses aktif peserta didik di bawah bimbingan guru dalam kegiatan belajar.
Sedangkan secara teknis pendidikan karakter bangsa diartikan sebagai proses internalisasi serta penghayatan nilai-nilai budaya, karakter bangsa dan nilai-nilai luhur akhlak mulia yang dilakukan oleh peserta didik secara aktif di bawah bimbingan dan contoh perilaku guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah, serta diwujudkan dalam interaksi sosial di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Implementasi berdasarkan Cura Personalis, pendidikan karakter bangsa dapat terealisasikan dengan ditunjang beberapa langkah atau aktifitas, antara lain:
  • Keteladanan guru/orangtua dan lingkungan masyarakat yang kondusif
  • Seminar/ceramah
  • Kontrak pribadi/komitmen
  • Morning Assembly
  • Refleksi (harian dan sehabis tiap kegiatan)
  • Ekstra Kurikuler di sekolah, misalnya kegiatan Pramuka, PMR dll.
  • Tata tertib
  • Pelibatan peserta didik dalam kegiatan non akademik
  • Integrasi dalam kurikulum
Ada 18 Nilai Karakter Bangsa yang harus ditanamkan dalan ucapan dan tindakan/perilaku peserta didik dalam aktifitasnya dilingkungan sekolah, keluarga dan lingkungan masyarakat, yaitu :

  1. Religius
  2. Jujur
  3. Toleransi
  4. Disiplin
  5. Kerja Keras
  6. Kreatif
  7. Mandiri
  8. Demokratis
  9. Rasa Ingin Tahu
  10. Semangat Kebangsaan
  11. Cinta Tanah Air
  12. Menghargai Prestasi
  13. Bersahabat/komunikatif
  14. Cinta Damai
  15. Gemar Membaca
  16. Peduli Lingkungan
  17. Peduli Sosial
  18. Tanggung-jawab
Secara teoritis kognitif tentu saja kedelapanbelas karakter bangsa tersebut di atas tidak sulit dan tidak memerlukan waktu yang lama untuk dijelaskan definisinya oleh guru kepada peserta didik. Dengan satu atau dua kali pertemuan di dalam kelas guru dapat menjelaskan arti dan makna nilai karakter bangsa tersebut. Namun dalam tataran implementasi dalam sikap dan perilaku sehari-hari kedelapanbelas nilai karakter bangsa tersebut sungguh tidak mudah untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Bahkan jujur harus kita akui bahwa kedelapanbelas nilai karakter bangasa tersebut di atas sudah semakin luntur, pudar bahkan menghilang dalam perilaku kehidupan masyarakat sehari-hari. Bukankah tindakan korupsi terus terjadi di setiap instansi dengan berbagai modus operandinya? Bukankah para koruptor terus gentanyangan di setiap kantor? Sehingga negara kita tercatat dijajaran elit negara terkorup di dunia. Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai kejujuran dan kepedulian sosial sudah pudar menghilang dalam perilaku pejabat publik negeri ini. Para pejabat publik baik yang duduk di lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif perbuatannya banyak yang menghianati rakyat. Anggaran negara yang dialokasikan untuk meningkatkan mencerdaskan dan mensejahteraan rakyat dijadikan dana bancakan. Konon sekitar 30-40% dari anggaran tersebut ke kantong atau rekening pribadi para pejabat yang terlibat. Begitu pula di dalam aktifitas kehidupan masyarakat bangsa ini, nilai-nilai karakter bangsa semakin langka kita lihat dalam kehidupan nyata. Tindakan anarkhis, seperti aksi terorisme, tawuran antar pelajar antar mahasiswa, antar suku, antar kampung sering terjadi di bumi pertiwi ini menunjukkan bahwa nilai karakter toleransi, demokratis, cinta damai dan bersahabat sudah hampir lenyap dalam lubuk hati bangsa kita. Perbuatan asusila, amoral seperti prostitusi, mengkonsumsi NARKOBA dan penyakit masyarakat lainnya sungguh mewarnai kehidupan masyarakat kita. Hal ini mengindikasikan bahwa nilai-nilai religius sudah tergerus dalam perilaku masyarakat.
Pendek kata, delapan belas nilai-nilai karakter bangsa tersebut di atas kini hanyalah wacana dalam retorika tapi sulit kita lihat dalam realita kehidupan. Kondisi seperti ini memerlukan komitmen seluruh elemen masyarakat untuk menanam, menyiram dan memupuk kembali nilai-nilai karakter bangsa di dalam hati nurani generasi bangsa, sehingga tumbuh dan berkembang kembali dalam ucapan dan perilaku kehidupan masyarakat. Menumbuhkembangkan nilai-nilai karakter bangsa harus sinergi dilaksankan di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Apabila ketiga pilar penopang keberhasilan pendidikan tidak memiliki komitmen, dan integritas moral, maka sulit kiranya nilai-nilai karakter bangsa tersebut di atas tertanam dalam ucapan dan perbuatan peserta didik sebagai generasi penerus bangsa.

Minggu, 25 Desember 2011

Masalah Pendidikan di Indonesia

Kita semua tentu tahu, bahwa Indonesia adalah negara yang dikenal sebagai negara yang kaya raya, namun sumber daya manusianya masih lemah dalam pendidikan. Hal ini diakui oleh banyak orang di dunia, bahkan oleh masyarakat Indonesia sendiri. Boleh Dibilang, pendidikan di Indonesia adalah salah satu yang kurang maju dari semua negara di dunia.

Masalah pendidikan

Hal ini disebabkan karena banyaknya masalah pendidikan di Indonesia yang masih sangat sulit untuk diatasi. Adapaun beberapa masalah utama pendidikan di Indonesia adalah :

1. Mahalnya Biaya pendidikan
Inilah masalah utama pendidikan di Negeri ini, yaitu mahalnya biaya pendidikan dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Hal inilah yang kemudian banyak memunculkan fenomena putus sekolah di kalangan anak-anak Indonesia. Jangankan untuk sekolah Swasta, Untuk sekolah negeri pun, biaya pendidikanya tetap tinggi. Opsi bantuan BOS yang diberikan oleh pemerintah pun masih belum bisa mengatasi masalah mahalnya biaya pendidikan ini.

2. Kurangnya Pemerataan Pendidikan di Indonesia
Bagi sebagian orang, pendidikan adalah hal yang biasa, namun bagi banyak orang yang berada di wilayah terpencil, pendidikan adalah barang mewah dan sangat berharga. Kenapa? karena memang di negara yang menganut paham desentralisasi ioni, pendidikan lebih difokuskan di wilayah-wilayah pokok yang lebih potensial. Hal inilah yang kemudian menimbulkan kurangnay pemerataan dan menjadikan kesenjangan dalam pendidikan.

3. Rendahnya Kualitas Sarana dan prasarana pendidikan
Kita tentu sudah banyak mendengar berita tentang sekolah roboh, atau sekolah rusak karena bangunanya yang sudah lapuk namun tidak mendapat bantuan dari pemerintah. Inilah salah satu bukti betapa Rendahnya Kualitas Sarana dan prasarana pendidikan di Indonesia.

4. Masih rendahnya kesejahteraan Guru
Salah satu acuan yang bisa diukur untuk menentukan Keberhasilan pendidikan adalah tingkat kesejahteraan para Guru. Namun apa bisa dikata, Di Indonesia masih banyak guru yang dibayar dengan upah yang kurang layak atau bahkan tidak layak. Walaupun banyak orang beranggapan bahwa guru itu adalah profesi yang mewah, namun tetap saja masih banyak guru yang belum bisa menerima hasil jerih payahnya secara adil.

5. Rendahnya Prestasi Siswa
Dari penelitian Balitbang, Daya tangkap materi siswa di Indonesia hanya sekitar 30% dari semua materi yang diajarkan. hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya kurangnya kepedulian dalam dunia pendidikan dan juga masih kurangnya pengetahuan para siswa tentang arti sebuah pendidikan.